Materi 6/7
KEMISKINAN DAN KESENJANGAN
6.7.4 PERTUMBUHAN, KESENJANGAN DAN
KEMISKINAN
1. Hubungan
antara Pertumbuhan dan Kesenjangan: Hipotesis Kuznet
Data decade 1970an dan 1980an
mengenai pertumbuhan ekonomi dan distribusi di banyak Negara berkembang,
terutama Negara-negara dengan proses pembangunan ekonomi yang tinggi, seperti
Indonesia, menunjukkan seakan-akan ada korelasi positif antara laju pertumbuhan
dan tingkat kesenjangan ekonomi: semakin tinggi pertumbuhan PDB atau semakin
besar pendapatan per kapita semakin besar perbedaan antara kaum miskin dan kaum
kaya. Studi dari Jantti (1997) dan Mule
(1998) memperlihatkan perkembangan ketimpangan pendapatan antara kaum miskin
dan kaum kaya di Swedia, Inggris dan AS, serta beberapa Negara di Eropa Barat
menunjukkan kecenderungan yang meningkat selama decade 1970an dan 1980an. Jantti membuat kesimpulan semakin besar
ketimpangan distribusi pendapatan disebabkan oleh pergeseran demografi,
perubahan pasar buruh dan perubahan kebijakan public. Dalam perubahan pasar buruh, membesarnya
kesenjangan pendapatan dari kepala keluarga dan semakin besarnya pendapatan
dari istri dalam jumlah pendapatan keluarga merupakan dua factor penyebab
penting.
Literature mengenai perubahan
kesenjangan dalam dsitribusi pendapatan awalnya didominasi oleh apa yang
disebuthipotesis Kuznets. Dengan memakai
data antar Negara (cross section) dan data dari sejumlah survey/observasi di
tiap Negara (time series), Simon Kuznets menemukan relasi antara kesenjangan
pendapatan dan tingkat perdapatan per kapita berbentuk U terbalik. Hasil ini diinterpretasikan sebagai evolusi
dari distribusi pendapatan dalam proses transisi dari ekonomi pedesaan (rural)
ke ekonomi perkotaan (urban) atau ekonomi industry.
2. Hubungan
antara Pertumbuhan dan Kemiskinan
Dasar teori dari korelasi antara
pertumbuhan dan kemiskinan tidak berbeda dengan kasus pertumbuhan dengan
ketimpangan, seperti yang telah dibahas di atas. Mengikuti hipotesis Kuznets, pada tahap awal
proses pembangunan tingkat kemiskinan cenderung meningkat, dan saat mendekati
tahap akhir pembangunan jumlah orang miskin berangsur berkurang. Namun banyak factor lain selain pertumbuhan
yang juga mempunyai pengaruh besar terhadap tingkat kemiskinan di suatu
wilayah/Negara seperti struktur pendidikan tenaga kerja dan struktur ekonomi.
TEMUAN EMPIRIS
1. Distribusi
Pendapatan
Data pengeluarankonsumsi dipakai
sebagaipendekatan (proksi) untuk mengukur distribusi pendapatan masyarakat,
walau diakui cara demikian memiliki kelemahan serius. Penggunaan data pengeluaran konsumsi bisa
memberi informasi mengenai pendapatan yang under estimate. Alasannya sederhana, jumlah pengeluaran
konsumsi seseorang tidak harus selalu sama dengan jumlah pendapatan yang diterimanya,
bias lebih besar atau lebih kecil.
Misalnya, pendapatannya lebih besar tidak selalu berarti pengeluaran
konsumsinya juga besar. Dalam hal ini
berarti ada tabungan. Sedangkan bila
jumlah pendapatannya rendah, tidak selalu berarti jumlah konsumsinya juga
rendah. Banyak rumah tangga memakai
kredit bank untuk membiayai pengeluaran konsumsi tertentu, misalnya membeli
rumah, mobil dan untuk membiayai sekolah anak atau bahkan untuk liburan.
Pengertian pendapatan (income) yang
artinya pembayaran yang didapat karena bekerja atau menjual jasa, tidak sama
dengan pengertian kekayaan (wealth).
Kekayaan seseorang bias jauh lebih besar daripada pendapatannya. Seseorang bias saja tidak punya
pendapatan/pekerjaan (penghasilan), tetapi ia sangat kaya karena ada warisan
keluarga. Banyak pengusaha muda di
Indonesia kalau diukur dari tingkat pendapatan mereka tidak terlalu berlebihan,
tetapi mereka sangat kayak arena perusahaan dimana mereka bekerja adalah milik
mereka (atau milik orangtua mereka).
Menjelang pertengahan 1997, beberapa
saat sebelum krisis ekonomi, tingkat pendapatan per kepala di Indonesia sudah
melebihi 1000 dolar AS, jauh lebih tinggi dibanding 30 tahun lalu. Namun, apa artinya jika hanya 10% saja dari
seluruh jumlah penduduk tanah air yang menikmati 90% dari jumlah pendapatan
nasional atau PDB. Sedangkan sisanya
(90%) hanya menikmati 10% dari pendapatan nasional.
Jika kondisi di atas dibandingkan
dengan Negara-negara maju yang distribusi pendapatannya lebih baik, misalnya
Swiss, dengan menggunakan kurva Lorenz, maka kurva tersebut untuk Indonesia
bentuknya lebih melebar sedangkan kurva Lorenz untuk Swiss lebih mendekati
garis equality. Dengan kata lain, daerah
konsentrasi pendapatan di Indonesia jauh lebih besar dibandingkan Swiss.
Dengan menggunakan kurva Lorenz
Secara teoritis, perubahan pola distribusi pendapatan di
pedesaan dapat disebabkan oleh factor berikut:
a. Akibat arus penduduk/pekerja dari
pedesaan ke perkotaan yang selama periode orde lama berlangsung sangat
pesat.
b.
Struktur
pasar dan besarnya distorsi yang berbeda di pedesaan dengan di perkotaan.
c. Dampak positif dari proses
pembangunan ekonomi nasional
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar