BI: Naiknya Suku Bunga Acuan Hanya
untuk Meyakinkan Pasar
JAKARTA, Langkah Bank Indonesia menaikkan suku
bunga acuan (BI Rate) menimbulkan tanda tanya bagi sebagian pelaku usaha dan
pengamat ekonomi.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah dalam paparannya menyatakan, Menurut Bank Indonesia langkah tersebut diambil sebagai upaya meyakinkan pasar bahwa Bank Indonesia tidak lalai dalam menanggapi kondisi perekonomian. "Kenaikan 25 basis poin hanya sinyal saja," ujar Halim, Rabu (19/11/2014).
Halim menjelaskan bahwa naiknya suku bunga acuan sebesar 25 basis poin itu hanya semacam penanda untuk menyatakan bahwa Bank Indonesia sudah mengantisipasi risiko yang akan dihadapi perekonomian Indonesia. Risiko-risiko yang dimaksud Halim antara lain inflasi, defisit neraca berjalan, dan risiko fiskal.
"Peningkatan BI Rate cuma 25 basis poin (dari 7,50 persen menjadi 7,75 persen). Itu hanya sinyal untuk memberikan kepercayaan pada pasar bahwa sebenarnya risiko-risiko yang dihadapi ekonomi Indonesia sudah dilihat Bank Indonesia. Apa saja, inflasi, risiko defisit neraca berjalan yang kelihatannya akan menjadi lebih baik dan juga risiko fiskal," ujar Halim.
Menurut Halim, kondisi fiskal sudah ditangani dengan baik oleh pemerintah. Lewat pengalihan subsidi bahan bakar minyak, pemerintah punya dana yang cukup besar. Dana tersebut bisa dimanfaatkan untuk berbagai hal yang lebih produktif ketimbang subsidi konsumtif.
"Risikonya sudah bisa diprediksi, dilihat, dan diperhitungkan dengan lebih cepat dari awal, sehingga membuat pasar pasti melakukan hitung-hitungan dengan baik sehingga mereka yakin," ujar Halim.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah dalam paparannya menyatakan, Menurut Bank Indonesia langkah tersebut diambil sebagai upaya meyakinkan pasar bahwa Bank Indonesia tidak lalai dalam menanggapi kondisi perekonomian. "Kenaikan 25 basis poin hanya sinyal saja," ujar Halim, Rabu (19/11/2014).
Halim menjelaskan bahwa naiknya suku bunga acuan sebesar 25 basis poin itu hanya semacam penanda untuk menyatakan bahwa Bank Indonesia sudah mengantisipasi risiko yang akan dihadapi perekonomian Indonesia. Risiko-risiko yang dimaksud Halim antara lain inflasi, defisit neraca berjalan, dan risiko fiskal.
"Peningkatan BI Rate cuma 25 basis poin (dari 7,50 persen menjadi 7,75 persen). Itu hanya sinyal untuk memberikan kepercayaan pada pasar bahwa sebenarnya risiko-risiko yang dihadapi ekonomi Indonesia sudah dilihat Bank Indonesia. Apa saja, inflasi, risiko defisit neraca berjalan yang kelihatannya akan menjadi lebih baik dan juga risiko fiskal," ujar Halim.
Menurut Halim, kondisi fiskal sudah ditangani dengan baik oleh pemerintah. Lewat pengalihan subsidi bahan bakar minyak, pemerintah punya dana yang cukup besar. Dana tersebut bisa dimanfaatkan untuk berbagai hal yang lebih produktif ketimbang subsidi konsumtif.
"Risikonya sudah bisa diprediksi, dilihat, dan diperhitungkan dengan lebih cepat dari awal, sehingga membuat pasar pasti melakukan hitung-hitungan dengan baik sehingga mereka yakin," ujar Halim.
Sumber : Kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar