Minggu, 05 Juni 2016

BAB 9

PERLINDUNGAN KONSUMEN 
9.1 Pengertian
   Berdasarkan pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diprdagangkan.
   Di dalam perpustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen akhir dan kosumen antara Konsumen akhir adalah pengunaan atau pemanfaatan akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen atara adalah konsumen yang mengunakan suatu produk sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya. Oleh karena itu, pengertian yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 adalah konsumen akhir.
   Dengan demikian, pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian ini adalah perusahaan korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor, dan lain-lain.

9.2 Asas dan Tujuan
   Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan lima asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yakni :
1.       Asas Manfaat
Adalah segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
2.       Asas Keadilan
Adalah memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
3.       Asas Keseimbangan
Adalah memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material maupun spiritual.
4.       Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen
Adalah untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5.       Asas Kepastian Hukum
Yakni baik pelaku maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen serta negara menjamin kepastian hukum.
Sementara itu, tujuan perlindungan konsumen meliputi :
1.       Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
2.       Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkan dari akses negative pemakaian barang atau jasa.
3.       Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
4.       Menetapkan system perlindungan konsumen yang mengandung unsure kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
5.       Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
6.       Meningkatkan kualitas barang atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang atau jasa, kesehatan, kenyamanan, dan keselamatan konsumen.

9.3 Hak dan Kewajiban Konsumen
   Berdasarkan Pasal 4 dan 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, hak dan kewajiban konsumen antara lain sebagai berikut:
1.       Hak Konsumen
a.       Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa.
b.      Hak untuk memilih barang atau jasa serta mendapatkan barang atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
c.       Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa.
d.      Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang atau jasa yang digunakan.
e.      Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
f.        Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
g.       Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya, miskin, dan status sosial lainnya.
h.      Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi atau penggantian apabila barang atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
i.         Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
2.       Kewajiban Konsumen
a.       Membaca, mengikuti petunjuk informasi, dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang atau jasa demi keamanan dan keselamatan.
b.      Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang atau jasa.
c.       Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
d.      Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

9.4 Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
   Berdasarkan Pasal 6 atau 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Hak dan keajiban pelaku usaha adalah sebagai berikut.
1.  Hak Pelaku Usaha
a.  Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kandisi dan nilai tukar barang dan/ atau jasa yang diperdagangkan.
b. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang bertikad tidak baik.
c.  Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sangketa konsumen.
d. Hak untuk rehabilitas nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/ atau jasa yang diperdagangkan.
e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undang lainnya.
2.  Kewajiban Pelaku Usaha
a.  Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
b. Melakukan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai  kondisi dan jaminan barang dan/ atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan.
c.  Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminasi; pelaku usaha dilarang membedabedakan konsumen dalam memberikan pelayanan; pelaku usaha dilarang membeda-bedakan mutu pelayanan keada konsumen.
d. Menjamin mutu barang dan/ ata jasa yang diproduksi dan/ atau diperdagangkan ketentuan standar mutu barang dan/ atau jasa yang berlaku.
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/ atau mencoba barang dan/ atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/ atau yang diperdagangkan.
f.   Memberi kompensasi, ganti rugi dan/ atau pergantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemamfaatan barang dan/ atau jasa yang dipergangkan.
g.  Memberikan kompensasi ganti rugi dan/ atau penggantian apabila barang dan/ atau jasa yang diterima atau dianfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
9.5 Perbuatan yang Dilarang bagi Pelaku Usaha
   Dalam pasal 8 sampai dengan pasal 17 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 mengatur perbuatan hukum yang dilarang bagi pelaku usaha adalah larangan dalam memproduksi/ memperdagangkan, larangan dalam menawarkan/ memproduksi/ mengiklankan, larangangan dalam penjualan secara obral/ lelang, dan larangan dalam ketentuan periklanan.
1.  Larangan dalam Memproduksi / Memperdagangkan.
   Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/ atau memperdagangkan barang dan/ atau jasa, misalnya:
a.  Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangkan.
b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau neto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
c.  Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan, atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etika, atau keterangan barang dan/ atau jasa tersebut;
e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/ atau jasa tersebut;
f.   Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan, atau promosi penjualan barang dan/ atau jasa tersebut;
g.  Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu penggunaan/ pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
h. Tidak mengikuti berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label;
i.    Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat penjelasan barang, ukuran, berat/ isi atau neto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan nama dan alamat pelaku usaha, serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/ dibuat;
j.   Tidak mencantumkan informasi dan/ atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undang yang berlaku.
                   Selain itu, pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas,  dan tercemar tanpa informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud. Sementara itu,pelaku usaha yang melakukan pelenggaran atas larangan tersebut ke atas, dilarang memperdagangkan barang dan/ atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.
                   Dengan  demikian, pelaku usaha dilarang memperdagangkan persediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
2.  Larangan dalam Menawarkan/ Mempromosikan/ mengiklankan Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/ atau jasa secara tidak benar, dan/ atau seolah-olah
a.  Barang tersebut telah memenuhi dan/ atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, sejarah atau guna tertentu;
b. Barang tersebut dalam  keadaan baik dan/ atau baru;
c.  Barang dan/ atau jasa tersebut telah mendapat dan/ atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu ciri-ciri kerja atau aksesoris tertentu;
d. Barang dan/ atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi;
e. Barang dan/ atau kasa tersebut tersedia;
f.   Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
g.  Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
h. Barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
i.    Sacara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/ atau jasa lain;
j.   Menggunakan kata-kata yang berlebihan seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung resiko, atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap;
k.  Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
                   Dengan demikian, pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/ atau jasa yang ditunjukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan, misalnya:
a.  Harga atau tarif suatu barang dan/ atau jasa;
b. Kegunaan suatu barang dan/ atau jasa;
c.  Kondisi, tanggunan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/ atau jasa;
d. Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan
                   Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/ atau jasa, dilarang melakukan dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan, baik fisik maupun psikis terhadap konsumen. Sementara itu, pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/ atau jasa melalui pesanan dilarang, misalnya:
a.  Tidak menepati pesanan dan/ atau jasa kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan;
b. Tidak menepati janji atau suatu pelayanan dan/ atau prestasi.
3.  Larangan dalam Penjualan Secara Obral/ Lelang
Pelaku usahan dalam penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang mengelabui/ menyesatkan konsumen, antara lain
a.  Menyatakan barang dan/ atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu;
b. Menyatakan barang dan/ atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi;
c.  Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud menjual barang yang lain.
d. Tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/ atau jumlah cukup dengan maksud menjual barang yang lain;
e. Tidak menyediakan jasa dalam kepastian tertentu atau dalam jumlah cukup dengan maksud menjual jasa yang lain;
f.   Menaikan harga atau tarif barang dan/ jasa sebelum melakukan obral.
4.  Larangan dalam Periklanan
Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan, misalnya
a.  Mengelabui konsumen mengenai kualitas, bahan, kegunaan, dan harga barang dan/ atau tarif jasa, serta ketepatan waktu penerimaan barang jasa;
b. Mengelabui jaminan/ garansi terhadap barang dan/ atau tarif jasa, serta ketepatan waktu penerimaan barang jasa;
c.  Memuat informasi yang keliru, salah atau tidak tepat mengenai barang dan/ atau jasa;
d. Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/ atau jasa;
e. Mengeksploitasi kejadian dan/ atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan;
f.   Melanggar etika dan/ atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.

9.6 Klausula Buku dalam Perjanjian
   Di dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/ atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula buku pada setiap dokuman dan/ atau perjanjian, antara lain
1.  Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usah;
2.  Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
3.  Menyatakn bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/ atau jasa yang dibeli konsumen;
4.  Menyatakan pembelian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli konsumen secara angsuran;
5.  Mengatur perihal pembuktian atas hilanngnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
6.  Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa;
7.  Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/ atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
8.  Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembenaan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

9.7 Tanggung Jawab Pelaku Usaha
   Setiap pelaku usaha harus bertanggung jawab atas produk yang dihasilkan atau diperdagangkan. Tanggung gugat produk timbul dikarenakan kerugian yang di alami konsumen sebagai akibat dari “produk yang cacat”, bisa dikarenakan kekurangan cermatan dalam memproduksi, tidak sesuai dengan yang diperjanjikan/ jaminan atau kesalahan yang dilakukan oleh pelaku usaha. Dengan kata lain, pelaku usaha ingkar janji atau melakukan perbuatan melawan hukum.
   Di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 diatur Pasal 19 sampai dengan Pasal 28. Dalam Pasa 19 mengatur pertanggung jawab kesalahan pelaku usaha terhadap produk yang dihasilkan atau diperdagangkan dengan memberi ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran, kerusakan, kerugian konsumen. Bentuk kerugian konsumen dengan ganti rugi berupa pengembalian uang, perawatan kesehatan dan/ atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuaan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
   Sementara itu, Pasal 20 dan Pasal 21 mengatur beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian, sedangkan Pasal 22 menentukan bahwa pembuktian terhadap ada tindaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana telah diatur dalam pasal 19.
   Dengan demikian, peradilan pidana kasus konsumen menganut sistem beban pembuktian terbalik. Jika pelaku usaha menolak dan/ atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi badan penyelesaian sangketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan.
   Di dalam Pasal 27 disebutkan hal-hal yang membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen, apabila :
1.  Barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak imaksud untuk diedarkan;
2.  Cacat barang timbul pada kemudian hari;
3.  Cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang;
4.  Kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen;
5.  Lewatnya jangka waktu penuntutan 4 tahun sejak barang dibeli atau lewat jangka waktu yang diperjanjikan.

9.8 Sanksi
   Sanksi yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, yang tertulis dalam Pasal 60 sampai dengan Pasal 63 dapat berupa sanksi administratif, dan sanksi pidana pokok, serta tambahan berupa peramasan barang tertentu, penggumuman keputusan hakim, pembayaran ganti rugi, perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen, kewajiban penarikan barang dari peredaran, atau pencabutan izin usaha.